Kebahagiaan Sejati dari Cinta Allah




Oleh: KH. Abdurrahman Yahya
“Barang siapa yang dalam dirinya terdapat tiga perkara, maka dia akan merasakan manisnya iman (kebahagiaan sejati). Pertama, mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada yang lain. Kedua, mencintai manusia karena cinta kepada Allah semata-mata. Ketiga, membenci kekufuran seperti kebenciannya jika dilempar ke dalam api neraka.” (HR. Bukhori Muslim).
Dalam hadis lain diterangkan, bahwa manusia di akhirat kelak akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya. Rasulullah saw bersabda, “Engkau akan bersama orang yang kamu cintai.” Karena itu, Rasulullah saw sering kali berdoa agar diberikan rasa mahabbah kepada Allah swt. “Tuhanku, berikanlah kepadaku rasa cinta kepada-Mu dan orang-orang yang cinta kepada-Mu. Berikanlah kepadaku rasa cinta terhadap sesuatu yang bisa mendekatkanku agar cinta kepada-Mu. Jadikanlah cinta-Mu sesuatu yang lebih aku cintai dari pada air yang sejuk (kehidupan).
Tanda-tanda Orang yang Mencintai Allah
Menurut Imam Ghozali seperti yang dikutip dalam kitab al Hikam karya Ibnu Athoillah al Askandari, ada sepuluh ciri orang yang cinta kepada Allah, yaitu :
1. Tidak ada keraguan dalam menghadapi kematian, sebab dengan kematian itu dia akan bertemu dengan Dzat yang dicintainya yaitu Allah Azza wa Jalla. Dia menghadapi kematian seperti Nabi kekasih Allah Ibrahim as. Ketika didatangi Malaikat Izro’il saat memberitahukan bahwa roh Ibrahim akan dicabut. Tanpa ragu nabi Ibrahim menjawab, “Kalau begitu, sekarang saja silahkan engkau cabut ruhku.”
2.Senantiasa mengendalikan hawa nafsunya dan memusatkan segala perbuatannya yang lahir dan batin dalam mentaati perintah Allah swt.
3.Selalu berdzikir (ingat) kepada Allah swt.
4.Rajin berkhalwat dan bersunyi diri untuk mengenang Allah swt selalu memohon dan mengerjakan shalat malam dan shalat sunnah lainnya selain shalat fardhu.
5.Selalu mengadakan koreksi dan introspeksi atas kelalaian dan kealpaannya, menyesali waktu yang terbuang percuma yang tidak dipergunakan untuk amalan-amalan kebaikan.
6.Merasa nikmat dan bahagia bila  dapat mengerjakan ibadah secara tertib dan tidak merasa berat melakukannya.
7.Berlaku ramah terhadap sesama kaum muslim dan bersikap tegas terhadap orang kafir. Benci terhadap perbuatan-perbuatan maksiat dan marah terhadap orang-orang yang melakukan kejahatan.
8.Mengerjakan ibadah bukan karena takut, tetapi benar-benar melaksanakannya karena merupakan suatu kewajiban seorang hamba.
9.Menyembunyikan amal ibadanya dari penglihatan orang banyak dan tidak mempopularitaskan amalnya supaya dipuji atau disanjung orang.
10.Senantiasa melekat hatinya kepada Allah dan ridho menerima cobaan yang ditimpakan kepadanya.
Memupuk Cinta Allah
Untuk menumbuhkan rasa cinta kepada Allah :
pertama seseorang harus mengenal dulu siapa sebenarnya Allah swt itu dengan segala sifat-sifat-Nya. Karena itu seseorang harus belajar ilmu Tauhid. Dia harus menyadari bahwa semua yang ada di dunia ini, Allah lah penciptanya. Selain itu harus juga memiliki kesadaran bahwa semua makhluk Allah itu dijamin penghidupannya oleh Allah. “Tidak ada satu binatang melata pun di bumi ini melaikan Allah lah yang memberinya rizki.” (QS. Hud: 6). Untuk memperoleh kesadaran itu, seseorang harus banyak mendapat masukan dari orang yang ahli agama, atau paling tidak membaca literatur agama. Harus sering melakukan tafakkur (perenungan) terhadap semua yang tampak di hadapannya. Memikirkan keberadaan masing-masing makhluk termasuk kejadian-kejadian alam yang ada, serta keberadaan dirinya sendiri. Man arofa nafsahu arofa robbahu. Barang siapa yang mengetahui kelemahan dirinya maka ia akan mengetahui keagungan Tuhannya.
Kedua,  seseorang harus berlatih diri untuk selalu berdzikir (ingat) kepada Allah swt. Ingat bahwa dirinya selalu diawasi oleh-Nya. Ingat bahwa Allah lah tempat untuk mengadu dan meminta pertolongan. Dia lah yang mejamin kehidupannya.
Ketiga, menghidarkan diri dari hal-hal yang dapat menimbulkan murka Allah seperti melakukan maksiat dan menyakiti orang lain.
Keempat, melatih diri untuk tidak tergantung kepada isi dunia. Pertebal rasa tawakkal (pasrah diri) kepada Allah swt tentunya dengan tetap berusaha secara lahir dan batin. Kelima, memohon kepada Allah agar diberikan rasa cinta kepada-Nya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Rumi: Tiada Sedikit pun Mencukupi tanpa Kehendak Allah




Telah panjang-lebar kita berbicara,
 tetapi sungguh penyiapan diri kita
untuk menempuh jalan yang membentang di depan
tidaklah cukup: tiada sedikit pun mencukupi
tanpa kehendak Allah!

Tanpa kehendak Allah dan mereka yang dipilih-Nya,
siapa pun diri kita,
lembaran kita tetaplah hitam.

Yaa Allah,
kelimpahan-Mu memenuhi setiap kebutuhan,
tidaklah diizinkan untuk menyebutkan
sesuatu pun di sisi-Mu.

Alangkah berlimpahnya, Alangkah berlimpahnya
petunjuk yang telah Kau anugerahkan;
selama ini telah Engkau tutupi
begitu banyak aib dan cacat-cela kami.

Karena setitik pengetahuan
yang telah Engkau berikan sebelum kami disini—
sampai kini rindu kami bersatu dengan lautan-Mu.

Setitik pengetahuan yang berada di dalam jiwa kami ini:
bebaskan dia dari syahwat dan kungkungan tanah-liat ini.

Sebelum tanah-liat ini menghirupnya-habis,
sebelum angin ini menyapunya.

Sungguhpun, ketika dia tertiup jauh,
Engkau dapat meraihnya kembali, dan memulihkannya.

Setitik air yang telah menguap di udara
atau tertumpah ke tanah—kapankah dia keluar
dari perbendaharaan-Mu,
wahai yang Maha-Menguasai.

Jika dia telah beranjak memasuki ketiadaan—
atau seratus ketiadaan—segera dia bergegas kembali
jika Engkau memanggilnya.

Ratusan ribu pihak telah saling membunuh satu sama lain:
Seruanmu membangkitkan kembali mereka dari ketiadaan.

Yaa Rabb,
karavan demi karavan melesat terus-menerus
dari ketiadaan menuju keberadaan.

Setiap malam,
semua pemikiran dan pemahaman menjadi kosong,
mencebur ke Laut yang dalam;

Lalu, ketika fajar merekah,
mereka yang Ilahiah itu menyembulkan kepala dari Laut,
bagaikan ikan.

Ketika musim gugur tiba,
tak-terhitung cabang-ranting dan dedaunan membusuk
ke dalam lautan Kematian.

Sementara di taman,
burung gagak bergaun hitam-pekat,
bagaikan pelayat yang meratapi gugurnya tanam-tanaman.

Lalu, dari Sang Penguasa datang perintah kepada ketiadaan:
“Kembalikan apa yang telah engkau telan!

Wahai Kematian yang hitam,
kembalikanlah tanaman, bunga-bunga, dedaunan
dan rerumputan yang telah engkau telan!”

Wahai saudaraku,
kumpulkanlah kecerdasanmu dan pertimbangkanlah:
dari saat ke saat, terus-menerus beredar musim gugur
dan musim semi di dalam dirimu.

Pandanglah taman qalb:
hijau dan berembun dan segar,
penuh kuntum mawar, cemara dan melati;

Ranting-dahan tersembunyi lebatnya dedaunan,
padang yang luas dan istana yang tinggi,
tersembunyi oleh lebatnya bunga-bunga.

Kata-kata ini bersumber dari Akal Sejati,
bagaikan wanginya bunga-bunga, cemara dan bakung itu.

Apakah engkau bisa mencium wanginya mawar,
sementara kuntumnya tiada?

Apakah bisa engkau memandang busanya anggur,
sementara anggurnya tiada?

Wewangian itu adalah panduan
yang membimbingmu berjalan:
itu akan membawamu ke Jannah dan Kautsar.

Wewangian adalah obat untuk mata yang buta;
dia adalah pemantik cahaya:
mata Jakub terbuka oleh suatu wewangian.

Bau-busuk menggelapkan mata;
wanginya Jusuf menyembuhkannya.

Engkau bukanlah seorang Jusuf;
karenanya, jadilah seperti Jakub:
bersikaplah bagaikan beliau,
akrabilah linangan air-mata dan kesedihan mendalam.

Dengarlah nasehat dari Hakim Sana’i ini,
agar terasa kesegaran di raga rentamu:
“Kehinaan memerlukan sebuah wajah bagaikan mawar;
jika tidak engkau miliki wajah seperti itu,
janganlah engkau beredar kesana-kemari sambil marah.

Akhlak rendah adalah kehinaan dalam wajah yang buruk,
kepiluan adalah sakit-mata di mata yang buta.”

Pada kehadiran Jusuf jangan biarkan dirimu menyombong
dan berlagak seakan dirimu cantik:
tiada lain yang perlu engkau tawarkan kecuali permohonan
dan rintihan seorang Jakub.

Makna dari kematian,
sebagaimana disampaikan oleh sang burung beo,
adalah memohon dengan merendahkan diri:
matikanlah dirimu-sendiri dalam permohonan ampun
dan kefakiran jiwamu,

Sehingga hembusan Isa dapat menghidupkanmu-kembali,
dan membuatmu cantik dan dirahmati,
sebagaimana sejatinya dirimu.

Bagaimanakah sebongkah batu
dapat tertutupi oleh limpahan kehijauan musim Semi?
Jadilah tanah, sehingga dapat engkau mekarkan
beragam bunga aneka warna.

Telah bertahun-tahun engkau bagaikan batu yang tajam—
cobalah sesuatu yang segar:
serahkanlah dirimu, jadilah seperti tanah!

Sumber:
Rumi: Matsnavi, I: 1877 – 1912.
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS