Yaa Rabbi.....Ajarilah kami bagaimana memberi sebelum meminta,berfikir
sebelum bertindak,santun dalam berbicara,tenang ketika gundah,diam
ketika emosi melanda,bersabar dalam setiap ujian.Jadikanlah kami orang
yg selembut Abu Bakar Ash-Shiddiq,sebijaksana Umar bin
Khattab,sedermawan Utsman bin Affan,sepintar Ali bin Abi
Thalib,sesederhana Bilal,setegar Khalid bin Walid
radliallahu'anhumღAmiin ya Rabbal'alamin.
Cinta adalah fitrah manusia. Cinta juga salah satu bentuk kesempurnaan
penciptaan yang Allah berikan kepada manusia. Allah menghiasi hati
manusia dengan perasaan cinta pada banyak hal. Salah satunya cinta
seorang lelaki kepada seorang wanita, demikian juga sebaliknya.
Islam sebagai syariat yang sempurna,memberi koridor bagi penyaluran
fitrah ini. Apalagi cinta yang kuat adalah salah satu energi yang bisa
melanggengkan hubungan seorang pria dan wanita dalam mengarungi
kehidupan rumah tangga. Karena itu, seorang pria shalih tidak asal dapat
dalam memilih wanita untuk dijadikan pendamping hidupnya.
Ada banyak faktor yang bisa menjadi sebab munculnya rasa cinta seorang
pria kepada wanita untuk diperistri. Setidak-tidaknya seperti di bawah
ini.
Karena akidahnya yang Shahih.
Keluarga adalah salah satu benteng akidah. keluarga harus benar-benar
kokoh dan tidak bisa ditembus. Jika rapuh, maka rusaklah segala-galanya
dan seluruh anggota keluarga tidak mungkin selamat dunia-akhirat. Dan
faktor penting yang bisa membantu seorang lelaki menjaga kekokohan
benteng rumah tangganya adalah istri shalihah yang berakidah shahih
serta paham betul akan peran dan fungsinya sebagai madrasah bagi calon
pemimpin umat generasi mendatang.
Allah menekankah hal ini dalam firmanNya, “Dan janganlah kamu menikahi
wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak
yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik
hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan
dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran.” (Al-Baqarah: 221)
Karena paham agama dan mengamalkannya.
Ada banyak hal yang membuat seorang lelaki mencintai wanita. Ada yang
karena kemolekannya semata. Ada juga karena status sosialnya. Tidak
sedikit lelaki menikahi wanita karena wanita itu kaya. Tapi, kata
Rasulullah yang beruntung adalah lelaki yang mendapatkan wanita yang
faqih dalam urusan agamanya. Itulah wanita dambaan yang lelaki shalih.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Wanita dinikahi karena
empat perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan
agamanya. Maka, ambillah wanita yang memiliki agama (wanita shalihah),
kamu akan beruntung.” (Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw. juga menegaskan, “Dunia adalah perhiasan, dan perhiasan
dunia yang paling baik adalah wanita yang shalihah.” (Muslim, Ibnu
Majah, dan Nasa’i).
Jadi, hanya lelaki yang tidak berakal yang tidak mencintai wanita shalihah.
Dari keturunan yang baik. Rasulullah saw. mewanti-wanti kaum lelaki yang
shalih untuk tidak asal menikahi wanita. “Jauhilah rumput hijau
sampah!” Mereka bertanya, “Apakah rumput hijau sampah itu, ya
Rasulullah?” Nabi menjawab, “Wanita yang baik tetapi tinggal di tempat
yang buruk.” (Daruquthni, Askari, dan Ibnu ‘Adi)
Karena itu Rasulullah saw. memberi tuntunan kepada kaum lelaki yang
beriman untuk selektif dalam mencari istri. Bukan saja harus mencari
wanita yang tinggal di tempat yang baik, tapi juga yang punya paman dan
saudara-saudara yang baik kualitasnya. “Pilihlah yang terbaik untuk
nutfah-nutfah kalian, dan nikahilah orang-orang yang sepadan
(wanita-wanita) dan nikahilah (wanita-wanitamu) kepada mereka (laki-laki
yang sepadan),” kata Rasulullah. (Ibnu Majah, Daruquthni, Hakim, dan
Baihaqi).
“Carilah tempat-tempat yang cukup baik untuk benih kamu, karena seorang
lelaki itu mungkin menyerupai paman-pamannya,” begitu perintah
Rasulullah saw. lagi. “Nikahilah di dalam “kamar” yang shalih, karena
perangai orang tua (keturunan) itu menurun kepada anak.” (Ibnu ‘Adi)
Karena itu, Utsman bin Abi Al-’Ash Ats-Tsaqafi menasihati anak-anaknya
agar memilih benih yang baik dan menghindari keturunan yang jelek.
“Wahai anakku, orang menikah itu laksana orang menanam. Karena itu
hendaklah seseorang melihat dulu tempat penanamannya. Keturunan yang
jelek itu jarang sekali melahirkan (anak), maka pilihlah yang baik
meskipun agak lama.”
Masih gadis. Siapapun tahu, gadis yang belum pernah dinikahi masih punya
sifat-sifat alami seorang wanita. Penuh rasa malu, manis dalam
berbahasa dan bertutur, manja, takut berbuat khianat, dan tidak pernah
ada ikatan perasaan dalam hatinya. Cinta dari seorang gadis lebih murni
karena tidak pernah dibagi dengan orang lain, kecuali suaminya.
Karena itu, Rasulullah saw. menganjurkan menikah dengan gadis.
“Hendaklah kalian menikah dengan gadis, karena mereka lebih manis tutur
katanya, lebih mudah mempunyai keturunan, lebih sedikit kamarnya dan
lebih mudah menerima yang sedikit,” begitu sabda Rasulullah yang
diriwayatkan oleh (Ibnu Majah dan Baihaqi.)
Tentang hal ini A’isyah pernah menanyakan langsung ke Rasulullah saw.
“Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika engkau turun di sebuah lembah
lalu pada lembah itu ada pohon yang belum pernah digembalai, dan ada
pula pohon yang sudah pernah digembalai; di manakah engkau akan
menggembalakan untamu?” Nabi menjawab, “Pada yang belum pernah
digembalai.” Lalu A’isyah berkata, “Itulah aku.”
Menikahi gadis perawan akan melahirkan cinta yang kuat dan mengukuhkan
pertahanan dan kesucian. Namun, dalam kondisi tertentu menikahi janda
kadang lebih baik daripada menikahi seorang gadis. Ini terjadi pada
kasus seorang sahabat bernama Jabir.
Rasulullah saw. sepulang dari Perang Dzat al-Riqa bertanya Jabir, “Ya
Jabir, apakah engkau sudah menikah?” Jabir menjawab, “Sudah, ya
Rasulullah.” Beliau bertanya, “Janda atau perawan?” Jabir menjawab,
“Janda.” Beliau bersabda, “Kenapa tidak gadis yang engkau dapat saling
mesra bersamanya?” Jabir menjawab, “Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku
telah gugur di medan Uhud dan meninggalkan tujuh anak perempuan. Karena
itu aku menikahi wanita yang dapat mengurus mereka.” Nabi bersabda,
“Engkau benar, insya Allah.”
Sehat jasmani dan penyayang. Sahabat Ma’qal bin Yasar berkata, “Seorang
lelaki datang menghadap Nabi saw. seraya berkata, “Sesungguhnya aku
mendapati seorang wanita yang baik dan cantik, namun ia tidak bisa
melahirkan. Apa sebaiknya aku menikahinya?” Beliau menjawab, “Jangan.”
Selanjutnya ia pun menghadap Nabi saw. untuk kedua kalinya, dan ternyata
Nabi saw. tetap mencegahnya. Kemudian ia pun datang untuk ketiga
kalinya, lalu Nabi saw. bersabda, “Nikahilah wanita yang banyak anak,
karena sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di
hadapan umat-umat lain.” (Abu Dawud dan Nasa’i).
Karena itu, Rasulullah menegaskan, “Nikahilah wanita-wanita yang subur
dan penyayang. Karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya kalian
dari umat lain.” (Abu Daud dan An-Nasa’i)
Berakhlak mulia. Abu Hasan Al-Mawardi dalam Kitab Nasihat Al-Muluk
mengutip perkataan Umar bin Khattab tentang memilih istri baik merupakan
hak anak atas ayahnya, “Hak seorang anak yang pertama-tama adalah
mendapatkan seorang ibu yang sesuai dengan pilihannya, memilih wanita
yang akan melahirkannya. Yaitu seorang wanita yang mempunyai kecantikan,
mulia, beragama, menjaga kesuciannya, pandai mengatur urusan rumah
tangga, berakhlak mulia, mempunyai mentalitas yang baik dan sempurna
serta mematuhi suaminya dalam segala keadaan.”
Lemah-lembut. Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari A’isyah r.a. bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Wahai A’isyah, bersikap lemah lembutlah,
karena sesungguhnya Allah itu jika menghendaki kebaikan kepada sebuah
keluarga, maka Allah menunjukkan mereka kepada sifat lembah lembut ini.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Jika Allah menghendaki suatu kebaikan
pada sebuah keluarga, maka Allah memasukkan sifat lemah lembut ke dalam
diri mereka.”
Menyejukkan pandangan. Rasulullah saw. bersabda, “Tidakkah mau aku
kabarkan kepada kalian tentang sesuatu yang paling baik dari seorang
wanita? (Yaitu) wanita shalihah adalah wanita yang jika dilihat oleh
suaminya menyenangkan, jika diperintah ia mentaatinya, dan jika suaminya
meninggalkannya ia menjaga diri dan harta suaminya.” (Abu daud dan
An-Nasa’i)
“Sesungguhnya sebaik-baik wanitamu adalah yang beranak, besar cintanya,
pemegang rahasia, berjiwa tegar terhadap keluarganya, patuh terhadap
suaminya, pesolek bagi suaminya, menjaga diri terhadap lelaki lain, taat
kepada ucapan dan perintah suaminya dan bila berdua dengan suami dia
pasrahkan dirinya kepada kehendak suaminya serta tidak berlaku seolah
seperti lelaki terhadap suaminya,” begitu kata Rasulullah saw. lagi.
Maka tak heran jika Asma’ binti Kharijah mewasiatkan beberapa hal kepada
putrinya yang hendak menikah. “Engkau akan keluar dari kehidupan yang
di dalamnya tidak terdapat keturunan. Engkau akan pergi ke tempat tidur,
di mana kami tidak mengenalinya dan teman yang belum tentu
menyayangimu. Jadilah kamu seperti bumi bagi suamimu, maka ia laksana
langit. Jadilah kamu seperti tanah yang datar baginya, maka ia akan
menjadi penyangga bagimu. Jadilah kamu di hadapannya seperti budah
perempuan, maka ia akan menjadi seorang hamba bagimu. Janganlah kamu
menutupi diri darinya, akibatnya ia bisa melemparmu. Jangan pula kamu
menjauhinya yang bisa mengakibatkan ia melupakanmu. Jika ia mendekat
kepadamu, maka kamu harus lebih mengakrabinya. Jika ia menjauh, maka
hendaklah kamu menjauh darinya. Janganlah kami menilainya kecuali dalam
hal-hal yang baik saja. Dan janganlah kamu mendengarkannya kecuali kamu
menyimak dengan baik dan jangan kamu melihatnya kecuali dengan pandangan
yang menyejukan.”
Realistis dalam menuntut hak dan melaksanakan kewajiban. Salah satu
sifat terpuji seorang wanita yang patut dicintai seorang lelaki shalih
adalah qana’ah. Bukan saja qana’ah atas segala ketentuan yang Allah
tetapkan dalam Al-Qur’an, tetapi juga qana’ah dalam menerima pemberian
suami. “Sebaik-baik istri adalah apabila diberi, dia bersyukur; dan bila
tak diberi, dia bersabar. Engkau senang bisa memandangnya dan dia taat
bila engkau menyuruhnya.” Karena itu tak heran jika acapkali melepas
suaminya di depan pintu untuk pergi mencari rezeki, mereka berkata,
“Jangan engkau mencari nafkah dari barang yang haram, karena kami masih
sanggup menahan lapar, tapi kami tidak sanggup menahan panasnya api
jahanam.”
Kata Rasulullah, “Istri yang paling berkah adalah yang paling sedikit
biayanya.” (Ahmad, Al-Hakim, dan Baihaqi dari A’isyah r.a.)
Tapi, “Para wanita mempunyai hak sebagaimana mereka mempunyai kewajiban
menurut kepantasan dan kewajaran,” begitu firman Allah swt. di surah
Al-Baqarah ayat 228. Pelayanan yang diberikan seorang istri sebanding
dengan jaminan dan nafkah yang diberikan suaminya. Ini perintah Allah
kepada para suami, “Berilah tempat tinggal bagi perempuan-perempuan
seperti yang kau tempati. Jangan kamu sakiti mereka dengan maksud
menekan.” (At-Thalaq: 6)
Menolong suami dan mendorong keluarga untuk bertakwa. Istri yang
shalihah adalah harta simpanan yang sesungguhnya yang bisa kita jadikan
tabungan di dunia dan akhirat. Iman Tirmidzi meriwayatkan bahwa sahabat
Tsauban mengatakan, “Ketika turun ayat ‘walladzina yaknizuna… (orang
yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan
Allah), kami sedang bersama Rasulullah saw. dalam suatu perjalanan.
Lalu, sebagian dari sahabat berkata, “Ayat ini turun mengenai emas dan
perak. Andaikan kami tahu ada harta yang lebih baik, tentu akan kami
ambil”. Rasulullah saw. kemudian bersabda, “Yang lebih utama lagi adalah
lidah yang berdzikir, hati yang bersyukur, dan istri shalihah yang akan
membantu seorang mukmin untuk memelihara keimanannya.”
Mengerti kelebihan dan kekurangan suaminya. Nailah binti Al-Fafishah
Al-Kalbiyah adalah seorang gadis muda yang dinikahkan keluarganya dengan
Utsman bin Affan yang berusia sekitar 80 tahun. Ketika itu Utsman
bertanya, “Apakah kamu senang dengan ketuaanku ini?” “Saya adalah wanita
yang menyukai lelaki dengan ketuaannya,” jawab Nailah. “Tapi ketuaanku
ini terlalu renta.” Nailah menjawab, “Engkau telah habiskan masa mudamu
bersama Rasulullah saw. dan itu lebih aku sukai dari segala-galanya.”
Pandai bersyukur kepada suami. Rasulullah saw. bersabda, “Allah tidak
akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur (berterima kasih)
kepada suaminya, sedang ia sangat membutuhkannya.” (An-Nasa’i).
Cerdas dan bijak dalam menyampaikan pendapat. Siapa yang tidak suka
dengan wanita bijak seperti Ummu Salamah? Setelah Perjanjian Hudhaibiyah
ditandatangani, Rasulullah saw. memerintahkan para sahabat untuk
bertahallul, menyembelih kambing, dan bercukur, lalu menyiapkan onta
untuk kembali pulang ke Madinah. Tetapi, para sabahat tidak merespon
perintah itu karena kecewa dengan isi perjanjian yang sepertinya
merugikan pihak kaum muslimin.
Rasulullah saw. menemui Ummu Salamah dan berkata, “Orang Islam telah
rusak, wahai Ummu Salamah. Aku memerintahkan mereka, tetapi mereka tidak
mau mengikuti.”
Dengan kecerdasan dalam menganalisis kejadian, Ummu Salamah
mengungkapkan pendapatnya dengan fasih dan bijak, “Ya Rasulullah, di
hadapan mereka Rasul merupakan contoh dan teladan yang baik. Keluarlah
Rasul, temui mereka, sembelihlah kambing, dan bercukurlah. Aku tidak
ragu bahwa mereka akan mengikuti Rasul dan meniru apa yang Rasul
kerjakan.”
Subhanallah, Ummu Salamah benar. Rasulullah keluar, bercukur,
menyembelih kambing, dan melepas baju ihram. Para sahabat meniru apa
yang Rasulullah kerjakan. Inilah berkah dari wanita cerdas lagi bijak
dalam menyampaikan pendapat. Wanita seperti inilah yang patut mendapat
cinta dari seorang lelaki yang shalih