MuHaMmAD sEbAgAi SeOrAnG sUaMi



Di antara tanda kasih sayang Allah swt terhadap manusia adalah diutusnya Rasul ditengah-tengah mereka. Inilah nikmat paling besar yang Allah swt karuniakan kepada manusia. Agar para Rasul menjadi penerang bagi orang-orang yang salah jalan. Menjadi penunjuk bagi orang-orang yang tersesat. Hal paling utama dan berharga yang dipersembahkan para Rasul kepada manusia setelah penunjukan jalan hidayah Allah swt. adalah mereka, para Rasul sebagai contoh teladan bagi yang meniti jalan menuju Allah swt, agar orang beriman mengambil apa yang mereka contohkan dalam segenap urusan dan bidang, fiddunya wal akhirah.
Allah swt berfirman tentang pribadi Nabi kita Muhammad saw.:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” Al Ahzab:21
Berkata Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini: “Inilah ayat mendasar yang berisikan anjuran menjadikan Rasulullah saw sebagai suri teladan, dalam ucapan, perbuatan dan keadannya.”
Dan bukti kemurahan Allah swt terhadap umat Islam ini adalah, bahwa sirah atau perjalanan hidup Nabi saw. baik berupa ucapan, perbuatan dan keadaannya direkam dan dijaga oleh para tokoh –ahli hadits- yang mukhlis. Dan mereka menyampaikan apa yang datang dari Rasul kepada orang lain dengan sangat amanah.
Contoh sederhana adalah tentang petunjuk Nabi bagaimana beliau makan, cara minum, berpakaian, berhias, bagaimana beliau tidur dan ketika terjaga, ketika beliau mukim atau sedang safar, ketika beliau tertawa atau menangis, dalam kesungguhan atau canda, dalam suasana ibadah atau hubungan sosial, perihal urusan agama atau dunia, ketika kondisi damai atau saat perang, dalam berinteraksi dengan kerabat atau orang yang jauh, menghadapi teman atau lawan, sampai pada sisi-sisi yang menurut orang bilang “intim” dalam hubungan suami-istri. Semuanya terekam, tercatat dan diriwayatkan dengan sahih dalam sirah perjalanan hidup beliau saw.
Dalam tulisan sederhana ini kami paparkan petunjuk Nabi saw. tentang bagaimana beliau berinteraksi dengan istri-istrinya. Bagaimana beliau bermu’amalah dan menjaga mereka. serta bagaimana beliau melaksanakan kewajibannya untuk memenuhi hak-hak mereka.
Muhammad Bersikap Adil
Nabi Muhammad saw. sangat memperhatikan perilaku adil terhadap istri-istrinya dalam segala hal, termasuk sesuatu yang remeh dan sepele. Beliau adil terhadap istri-istrinya dalam pemberian tempat tinggal, nafkah, pembagian bermalam, dan jadwal berkunjung. Beliau ketika bertandang ke salah satu rumah istrinya, setelah itu beliau berkunjung ke rumah istri-istri beliau yang lain.
Soal cinta, beliau lebih mencintai Aisyah dibanding istri-istri beliau yang lain, namun beliau tidak pernah membedakan Aisyah dengan yang lain selamanya. Meskipun di sisi lain, beliau beristighfar kepada Allah swt karena tidak bisa berlaku adil di dalam membagi cinta atau perasaan hati kepada istri-istrinya, karena persoalan yang satu ini adalah hak preogratif Allah swt. saja. Rasulullah saw. bersabda:

(اللهم إن هذا قسمي فيما أملك، فلا تلمني فيما لا أملك)
“Ya Allah, inilah pembagianku yang saya bisa. Maka jangan cela aku atas apa yang aku tidak kuasa.”
Ketika beliau dalam kondisi sakit yang menyebabkan maut menjemput, beliau meminta kepada istrinya yang lain agar diperkenankan berada di rumah Aisyah. Bahkan ketika beliau mengadakan perjalanan atau peperangan, beliau mengundi di antara istri-istrinya. Siapa yang kebagian undian, dialah yang menyertai Rasulullah saw.
Muhammad Bermusyawarah Dengan Para Istrinya
Rasulullah saw mengajak istri-istrinya bermusyawarah dalam banyak urusan. Beliau sangat menghargai pendapat-pendapat mereka. Padahal wanita pada masa jahiliyah, sebelum datangnya Islam diperlakukan seperti barang dagangan semata, dijual dan dibeli, tidak dianggap pendapatnya, meskipun itu berkaitan dengan urusan yang langsung dan khusus dengannya.
Islam datang mengangkat martabat wanita, bahwa mereka sejajar dengan laki-laki, kecuali hak qawamah atau kepemimpinan keluarga, berada ditangan laki-laki. Allah swt berfirman:
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Al Baqarah:228.
Adalah pendapat dari Ummu Salamah ra pada peristiwa Hudaibiyah, membawa berkah dan keselamatan bagi umat Islam. Ummu Salamah memberi masukan kepada Nabi agar keluar menemui para sahabat tanpa berbicara dengan siapa pun, langsung menyembelih hadyu atau seekor domba dan mencukur rambutnya. Ketika beliau melaksanakan hal itu, para sahabat dengan serta-merta menjalankan perintah Nabi saw, padahal sebelumnya mereka tidak mau melaksanakan perintah Rasul, karena mereka merasa pada pihak yang kalah pada peristiwa itu. Mereka melihat bahwa syarat yang diajukan kaum kafir Quraisy tidak menguntungkan kaum muslimin.
Muhammad Lapang Dada dan Penyayang
Istri-istri Rasulullah saw memberi masukan tentang suatu hal kepada Nabi, beliau menerima dan memberlakukan mereka dengan lembut. Beliau tidak pernah memukul salah seorang dari mereka sekali pun. Belum pernah terjadi demikian sebelum datangnya Islam. Perempuan sebelum Islam tidak punya hak bertanya, mendiskusikan dan memberi masukan apalagi menuntut.
Umar ra berkata:
“Saya marah terhadap istriku, ketika ia membantah pendapatku, saya tidak terima dia meluruskanku. Maka ia berkata; “Mengapa kamu tidak mau menerima pendapatku, demi Allah, bahwa istri-istri Rasulullah memberi pendapatnya kepada beliau, bahkan salah satu dari mereka ngambek dan tidak menyapanya sehari-semalam. Umar berkata; “Saya langsung bergegas menuju rumah Hafshah dan bertanya: “Apakah kamu memberi masukan kepada Rasulullah saw? ia menjawab: Ya. Umar bertanya lagi, “Apakah salah seorang di antara kalian ada yang ngambek dan tidak menegur Rasul selama sehari-semalam? Ia menjawab: Ya. Umar berkata: “Sungguh akan rugi orang yang melakukan demikian di antara kalian.”
Cara Nabi Meluruskan Keluarganya
Rasulullah saw tidak pernah menggap sepele kesalahan yang diperbuat oleh salah satu dari istri. Beliau pasti meluruskan dengan cara yang baik. Diriwayatkan dari Aisyah:
تقول عائشة رضي الله عنها: ما رأيت صانعة طعام مثل صفية صنعت لرسول الله طعاما وهو في بيتي، فارتعدت من شدة الغيرة فكسرت الإناء ثم ندمت فقلت: يا رسول الله ما كفارة ما صنعت؟ قال: إناء مثل إناء، وطعام مثل طعام.
“Saya tidak pernah melihat orang yang lebih baik di dalam membuatkan masakan, selain Shafiyah. Ia membuatkan hidangan untuk Rasulullah saw di rumahku. Seketika saya cemburu dan membanting piring beserta isinya.” Saya menyesal, seraya berkata kepada Rasulullah saw. “Apa kafarat atas perilaku yang saya lakukan?” Rasulullah saw menjawab: “Piring diganti piring, dan makanan diganti makanan.”
Rasulullah saw. menjadi pendengar yang baik. Beliau memberi kesempatan kepada istri-istrinya kebebasan untuk berbicara. Namun beliau tidak toleransi terhadap kesalahan sekecil apa pun. Aisyah berkata kepada Nabi setelah wafatnya Khadijah ra.:
“Kenapa kamu selalu mengenang seorang janda tua, padahal Allah telah memberi ganti kepadamu dengan yang lebih baik.” Maka Rasulullah saw marah, seraya berkata: “Sunggguh, demi Allah, Allah tidak memberi ganti kepadaku yang lebih baik darinya. Ia telah beriman kepadaku ketika manusia mengingkariku. Ia menolongku ketika manusia memusuhiku. Saya dikaruniai anak darinya, yang tidak Allah berikan lewat selainnya.”
Muhammad Pelayan Bagi Keluarganya
Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan khidmah atau pelayanan ketika di dalam rumah. Beliau selalu bermurah hati menolong istri-istrinya jika kondisi menuntut itu. Rasulullah saw bersabda:
وكان يقول: (خدمتك زوجتك صدقة)
“Pelayanan Anda untuk istri Anda adalah sedekah.”
Adalah Rasulullah saw mencuci pakaian, membersihkan sendal dan pekerjaan lainnya yang dibutuhkan oleh anggota keluarganya.
Muhammad Berhias Untuk Istrinya
Rasulullah saw mengetahu betul kebutuhan sorang wanita untuk berdandan di depan laki-lakinya, begitu juga laki-laki berdandan untuk istrinya. Adalah Rasulullah saw paling tampan, paling rapi di antara manusia lainnya. Beliau menyuruh sahabat-sahabatnya agar berhias untuk istri-istri mereka dan menjaga kebersihan dan kerapihan. Rasulullah saw bersabda:
وكان يقول: (اغسلوا ثيابكم وخذوا من شعوركم واستاكوا وتزينوا وتنظفوا فإن بني إسرائيل لم يكونوا يفعلون ذلك فزنت نساؤهم).
“Cucilah baju kalian. Sisirlah rambut kalian. Rapilah, berhiaslah, bersihkanlah diri kalian. Karena Bani Isra’il tidak melaksanakan hal demikian, sehingga wanita-wanita mereka berzina.”
Muhammad dan Canda-Ria
Rasulullah saw tidak tidak lupa bermain, bercanda-ria dengan istri-istri beliau, meskipun tanggungjawab dan beban berat di pundaknya. Karena rehat, canda akan menyegarkan suasan hati, menggemberakan jiwa, memperbaharui semangat dan mengembalikan fitalitas fisik.
فعن عائشة – رضي الله عنها- أنها قالت خرجنا مع رسول الله (صلى الله عليه وسلم) في سفر فنزلنا منزل فقال لها : تعالي حتى أُسابقك قالت: فسابقته فسبقته، وخرجت معه بعد ذلك في سفر آخر فنزلنا منزلا فقال: تعالي حتى أسابقك قالت: فسبقني، فضرب بين كتفي وقال : هذه بتلك).
Dari Aisyah ra berkata: “Kami keluar bersama Rasulullah saw dalam suatu safar. Kami turun di suatu tempat. Beliau memanggil saya dan berkata: “Ayo adu lari” Aisyah berkata: Kami berdua adu lari dan saya pemenangnya. Pada kesempatan safar yang lain, Rasulullah saw mengajak lomba lari. Aisyah berkata: “Pada kali ini beliau mengalahkanku. Maka Rasulullah saw bersabda: “Kemenangan ini untuk membalas kekalahan sebelumnya.” Allahu A’lam

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

TaNgGuNg jAwAb sEoRaNg MusLiMah



Secara umum tanggung jawab wanita dan laki-laki sama dihadapan Allah yaitu beribadah kepada Allah. Melaksanakan fungsi kekhalifahan diatas muka bumi. Dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban dan mendapat balasan di akhirat terhadap apa yang telah dilakukannya selama hidup di dunia. (QS. annisaa 124) dan hadist “kullukum roo’in wakullukum masuulun ‘an ro’iyyatihi’…’ “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”
Secara khusus tanggung jawab wanita muslimah tidak kalah sedikit dibanding kaum laki-laki. Bahkan adakalanya tanggung jawab wanita muslimah lebih besar daripada laki-laki, karena jika dirinci, akan terdapat jauh lebih banyak tugas wanita dibanding laki-laki. Hal ini dapat dilihat dalam pembagian periode kehidupan wanita muslimah.
Dua Periode Kehidupan Wanita Muslimah
A.  Sebelum Menikah
Di antara keutamaan wanita muslimah sebelum menikah adalah menunaikan hak-hak kedua orang tuanya.Yang demikian itu karena merupakan perintah Al-qur’an dan Sunnah Nabi.
Berikut ini beberapa tanggung jawab wanita muslimah terhadap kedua orang tuanya :
a. Birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua)

Allah azza wa Jalla memberikan kedudukan tinggi dan mulia kepada     orangtua. Allah meletakkan kedudukan tersebut setelah kedudukan iman dan tunduk patuh padaNya.: (QS. An Nisa:36)
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat, ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,”
[294]  dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan ada pula antara yang muslim dan yang bukan muslim.
[295]  Ibnus sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan ma’shiat yang kehabisan bekal. termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu bapaknya.
Wanita muslimah yang menyadari petunjuk agamanya merupakan anak yang paling berbakti kepada kedua orangtuanya.Tanggung jawab ini tidak akan berhenti sampai menjalani hidup rumah tangga dan mengasuh putera-puterinya,akan tetapi terus berlanjut hingga akhir hayatnya. Hal itu merupakan wujud pengamalan Al-Qur’an .
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wassalam menempatkan birrul walidain diantara dua amalan terbesar dalam Islam,yaitu shalat pada waktunya dan jihad di jalan allah.
Shalat adalah tiang agama,sedangkan jihad di jalan allah merupakan puncak tertinggi Islam.Lalu adakah kedudukan yang paling mulia yang diberikan Rosul selain kedudukan itu?
‘’Pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah yang membai’atnya untuk hijrah dan jihad dengan tujuan mencari pahala dari Allah.rosulu tidak menerimanya,akan tetapi bertanya :’apakah salah seorang dari kedua orang tuamu masih hidup?’.
Orang itu menjawab :”masih,bahkan keduanya masih hidup’.Maka rosul bersabda :” Bukankah engkau ingin mendapatkan pahala dari Allah Ta’ala?
Dia menjawab : “Benar”
Kemudian Rosul bersabda :”Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan pergaulilah keduanya dengan baik ( Muttafaq ‘Alaih).
Sedangkan dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim disebutkan;
Ada seorang laki-laki yang datang dan meminta izin kepada Rosulullah untuk berjihad.Lalu Beliau bertanya:”
Apakah kedua orang tuamu masih hidup?”
Orang itu menjawab :”masih”
Maka Rosulpun bersabda :”Demi keduanya,berangkatlah berjihad”
Pada kisah pertama,bagaimana Rosulullah mendahulukan merawat orangtua yang sudah renta ketimbang berangkat berjihad,karena Rosul mengetahui orang tua laki-laki itu lebih memerlukan anaknya,sementara medan jihad masih ada orang lain,meski saat itu Nabi masih membutuhkan jumlah pasukan.
Hal lain yang harus menjadi perhatian adalah berbuat baik kepada kedua orangtua tetap dilakukan meski keduanya bukan muslim.Seperti yang dikisahkan dalam hadist berikut ini :
Asma binti abu Bakar r.a berkata : “Ibuku pernah mendatangiku,sedang dia seorang musyrik pada masa Rasulullah.Lalu aku meminta petunjuk kepada Rosul :”Ibuku telah datang kepadaku dengan penuh harapan kepadaku, apakah aku harus menyambung hubungan dengan ibuku itu ?” Beliau menjawab :” Benar, sambunglah hubungan dengan ibumu !” (Muttafaq ‘alaih).
Berbuat baik kepada orang tua juga berarti sangat takut berbuat durhaka kepada kedua orangtua dalam bentuk berkata kasar,nada suara yang melampaui suara orang tua, berkata ‘uf’ (ah),menyakiti hatinya,menganiaya fisiknya,tidak menghormatinya,tidak memuliakannya,termasuk membiarkannya bekerja keras sementara anak mampu untuk mengerjakannya.
Hendaknya wanita muslimah mendahulukan berbuat baik kepada ibu , kemudian kepada bapak. Pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah dan bertanya : “Ya Rasulullah,siapakah yang paling berhak saya pergauli dengan baik ?”
Rasulullah menjawab :”Ibumu”
Orang itu bertanya lagi :”Lalu siapa “
Beliau menjawab ::”Kemudian siapa lagi”
“Ibumu” demikian jawaban Rasulullah.
Beliau menjawab: “Bapakmu” (Muttafaq ‘alaih )
b. Menghormati Kerabat-Kerabatnya
Menghormati kerabat orang tua dari jalur ibu dan bapak seperti paman,tante,sepupu,dan seterusnya merupakan tanggung jawab wanita muslimah kepada kedua orang tua, yakni memelihara hubungan kekeluargaan.
(An Nisaa :1) :
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.”
[263]  maksud dari padanya menurut Jumhur Mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan muslim. di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa yakni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan.
[264]  menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti :As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah.
Kedudukan menghormati dan berbuat baik kepada kerabat menempati kedudukan setelah berbuat baik kepada orang tua, (An-Nisaa :36)
c. Mendo’akannya
Di antara tanggung jawab wanita muslimah kepada orang tua adalah selalu mendo’akannya.
Dalam sebuah hadist diceritakan,bahwa ada orang tua yang bertanya-bertanya kepada Allah pada Hari Pembalasan karena mendapatkan ni’mat surga, lalu Allah menjawab bahwa itu karena do’a anaknya yang sholeh (Muttafaq ‘alaih).

Allah memberikan tuntunan bagaimana seharusnya seorang anak tidak melupakan orang tuanya dalam do’a. (QS. Al Israa:24)
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil.”
Mendoakan kedua orang tua adalah bentuk amal kebajikan yang tidak akan terhalang hingga di hari pembalasan. Dalam hadist shohih disebutkan bahwa salah satu diantara 3 amal manusia yang tidak putus setelah manusia meninggal  adalah do’a anak yang sholeh.
Mendo’akan juga merupakan bentuk memperkuat hubungan ruhiyah antara anak dan orang tua kepada Allah. Bagi wanita muslimah ini sangat penting karena kelak ia akan memasuki kehidupan berikut sebagai seorang ibu.Sehingga ia menghayati betapa berartinya sebuah do’a.
d. Memohonkan Ampun Untuk Mereka
Sebagai manusia biasa, orang tua sangat mungkin banyak melakukan kekhilafan dan kesalahan.Hendaknya wanita muslimah memahami ini.Maka ketika mendo’akan mereka sertai dalam do’a permohonan ampun kepada Allah atas segala kehilafan dan kesalahan orang tua. Ketika seorang anak masih kecil, maka kedua orang tuanya selalu mendo’akan agar ia tumbuh besar sehat,cerdas,dan beriman. Do’a ini diucapkan dengan penuh kasih sayang tanpa putus. Maka sebagai bentuk kasih sayang anak kepada orang tua,sudah sepatutnya seorang anak juga mendo’akan bagi mereka,meski belum tentu berbanding nilai yang sama. (Hadits mendoakan mohon ampun kepada Allah untuk orangtua)
e. Menunaikan Janjinya
Wanita muslimah  menunaikan janji kedua orangtuanya ketika orangtuanya telah meninggal.
Dikisahkan seorang wanita dari suku Juhainah yang datang kepada Nabi SAW, selanjutnya wanita itu bertutur,
“Ibuku pernah bernazar untuk menunaiknan ibadah haji tapi ia meninggal sebelum sempat menunaikannya. Apakah aku harus berhaji untuknya?” Nabi menjawab, “Ya, berhajilah untuknya, bukankah engkau mengetahui bahwa apabila ibumu mempunyai uang engkau akan membayarnya, karena itu tunaikanlah haji, karena hak Allah itu lebih wajib untuk dipenuhi.” (HR. Bukhari)
Dalam riwayat lain disebutkan wanita itu berkata,
“Ibuku mempunyai hutang puasa selama satu bulan, apakah aku harus menggantinya?” Nabi menjawab, “Berpuasalah untuknya,” (HR. Muslim).

Oleh karena itu penting bagi wanita muslimah mengetahui dan menunaikan janji termasuk hutang kedua orangtuanya. Sehingga dapat membebaskan kedua orangtuanya dari pertanyaan Allah di akhirat nanti.
f. Menyambungkan persaudaraan kerabat kedua orangtua.
Islam telah memberikan penghormatan terhadap kaum kerabat, mengajurkan melakukan hubungan kekerabatan dan sangat membenci orang yang menolak atau memutuskan hubungan kekerabatan.
Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, Rasul saw. bersabda,
“Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk hingga ketika selesai menciptakan mereka itu kaum kerabat berdiri seraya berkata, “Ini adalah tempat kembalinya mereka yang kembali kepada-Mu setelah memutuskan silaturahim.”
Allah berfirman, “Benar, apakah engkau rela Aku menyambung tali persaudaraan denganmu dan memutuskan orang yang memutuskan tali persaudaraan denganmu.“ Kaum kerabat bertutur, “Tentu,” lalu Allah berfirman,”Yang demikian itu untukmu,” Kemudian Rasul bersabda,”Jika berkehendak bacalah ayat:(Surat Muhammad: 22 _ 23)

22.  Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
23.  Mereka Itulah orang-orang yang dila’nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.

Melalui ayat tersebut Allah memerintahkan manusia untuk menyambung tali persaudaraan di antara kerabat. Hal ini dilakukan untuk memperluas kebaikan dan mewariskan keimanan pada Allah dalam hubungan kekerabatan. Bagaimana Rasulullah mencontohkan kepada keluarganya pada setiap kali memasak penganan agar dilebihkan untuk bisa dibagikan kepada kerabat Khadijah ra., ketika Khadijah sudah wafat.
B.  Setelah menikah
Periode berikut dalam kehidupan wanita muslimah adalah setelah menikah, jika ia memasuki kehidupan berkeluarga untuk membentuk rumah tangga Islami.
Pada tahap ini, ada tiga bagian tanggung jawab besar :
1. Terhadap Suami
a. Taat pada suami
Ketaatan seorang wanita muslimah pada suaminya adalah perintah Allah ‘Azza wa Jalla. Dibalik perintah Allah ini terkandung keutamaan-keutamaan:
i. Masuk pintu surga dari pintu surga mana saja yang dikehendaki.
Menurut Rasulullah Sallalallahu ‘alaihi wassalam : “Apabila seorang wanita sholat lima waktu, shoum di Bulan Ramadhan,dan taat kepada suaminya maka ia berhak masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki.” (HR Ahmad dan Thabrani).
ii. Mendapat ampunan
“Burung-burung di udara, hewan di lautan,dan para Malaikat akan memohon ampunan kepada Allah bagi seorang wanita yang taat pada suaminya dan suaminya ridlo kepadanya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Tentu saja ketaatan seorang isteri kepada suaminya selama suaminya mengajak kepada kebaikan dan tidak mengajak kepada ma’shiyat kepada Allah.. Sebagian Ulama berpendapat bahwa taat yang dimaksud adalah ketaatan ketika suami memanggil dan mengajak isteri.  Allahu A’lam.
(bersambung)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

13 Hal Yang Disukai Pria Dari Wanita



Cinta adalah fitrah manusia. Cinta juga salah satu bentuk kesempurnaan penciptaan yang Allah berikan kepada manusia. Allah menghiasi hati manusia dengan perasaan cinta pada banyak hal. Salah satunya cinta seorang lelaki kepada seorang wanita, demikian juga sebaliknya.
Rasa cinta bisa menjadi anugerah jika luapkan sesuai dengan bingkai nilai-nilai ilahiyah. Namun, perasaan cinta dapat membawa manusia ke jurang kenistaan bila diumbar demi kesenangan semata dan dikendalikan nafsu liar.
Islam sebagai syariat yang sempurna, memberi koridor bagi penyaluran fitrah ini. Apalagi cinta yang kuat adalah salah satu energi yang bisa melanggengkan hubungan seorang pria dan wanita dalam mengarungi kehidupan rumah tangga. Karena itu, seorang pria shalih tidak asal dapat dalam memilih wanita untuk dijadikan pendamping hidupnya.
Ada banyak faktor yang bisa menjadi sebab munculnya rasa cinta seorang pria kepada wanita untuk diperistri. Setidak-tidaknya seperti di bawah ini.
1. Karena akidahnya yang Shahih
Keluarga adalah salah satu benteng akidah. Sebagai benteng akidah, keluarga harus benar-benar kokoh dan tidak bisa ditembus. Jika rapuh, maka rusaklah segala-galanya dan seluruh anggota keluarga tidak mungkin selamat dunia-akhirat. Dan faktor penting yang bisa membantu seorang lelaki menjaga kekokohan benteng rumah tangganya adalah istri shalihah yang berakidah shahih serta paham betul akan peran dan fungsinya sebagai madrasah bagi calon pemimpin umat generasi mendatang.
Allah menekankah hal ini dalam firmanNya, “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah: 221)
2. Karena paham agama dan mengamalkannya
Ada banyak hal yang membuat seorang lelaki mencintai wanita. Ada yang karena kemolekannya semata. Ada juga karena status sosialnya. Tidak sedikit lelaki menikahi wanita karena wanita itu kaya. Tapi, kata Rasulullah yang beruntung adalah lelaki yang mendapatkan wanita yang faqih dalam urusan agamanya. Itulah wanita dambaan yang lelaki shalih.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, ambillah wanita yang memiliki agama (wanita shalihah), kamu akan beruntung.” (Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw. juga menegaskan, “Dunia adalah perhiasan, dan perhiasan dunia yang paling baik adalah wanita yang shalihah.” (Muslim, Ibnu Majah, dan Nasa’i).
Jadi, hanya lelaki yang tidak berakal yang tidak mencintai wanita shalihah.
3. Dari keturunan yang baik
Rasulullah saw. mewanti-wanti kaum lelaki yang shalih untuk tidak asal menikahi wanita. “Jauhilah rumput hijau sampah!” Mereka bertanya, “Apakah rumput hijau sampah itu, ya Rasulullah?” Nabi menjawab, “Wanita yang baik tetapi tinggal di tempat yang buruk.” (Daruquthni, Askari, dan Ibnu ‘Adi)
Karena itu Rasulullah saw. memberi tuntunan kepada kaum lelaki yang beriman untuk selektif dalam mencari istri. Bukan saja harus mencari wanita yang tinggal di tempat yang baik, tapi juga yang punya paman dan saudara-saudara yang baik kualitasnya. “Pilihlah yang terbaik untuk nutfah-nutfah kalian, dan nikahilah orang-orang yang sepadan (wanita-wanita) dan nikahilah (wanita-wanitamu) kepada mereka (laki-laki yang sepadan),” kata Rasulullah. (Ibnu Majah, Daruquthni, Hakim, dan Baihaqi).
“Carilah tempat-tempat yang cukup baik untuk benih kamu, karena seorang lelaki itu mungkin menyerupai paman-pamannya,” begitu perintah Rasulullah saw. lagi. “Nikahilah di dalam “kamar” yang shalih, karena perangai orang tua (keturunan) itu menurun kepada anak.” (Ibnu ‘Adi)
Karena itu, Utsman bin Abi Al-’Ash Ats-Tsaqafi menasihati anak-anaknya agar memilih benih yang baik dan menghindari keturunan yang jelek. “Wahai anakku, orang menikah itu laksana orang menanam. Karena itu hendaklah seseorang melihat dulu tempat penanamannya. Keturunan yang jelek itu jarang sekali melahirkan (anak), maka pilihlah yang baik meskipun agak lama.”
4. Masih gadis
Siapapun tahu, gadis yang belum pernah dinikahi masih punya sifat-sifat alami seorang wanita. Penuh rasa malu, manis dalam berbahasa dan bertutur, manja, takut berbuat khianat, dan tidak pernah ada ikatan perasaan dalam hatinya. Cinta dari seorang gadis lebih murni karena tidak pernah dibagi dengan orang lain, kecuali suaminya.
Karena itu, Rasulullah saw. menganjurkan menikah dengan gadis. “Hendaklah kalian menikah dengan gadis, karena mereka lebih manis tutur katanya, lebih mudah mempunyai keturunan, lebih sedikit kamarnya dan lebih mudah menerima yang sedikit,” begitu sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi.
Tentang hal ini A’isyah pernah menanyakan langsung ke Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika engkau turun di sebuah lembah lalu pada lembah itu ada pohon yang belum pernah digembalai, dan ada pula pohon yang sudah pernah digembalai; di manakah engkau akan menggembalakan untamu?” Nabi menjawab, “Pada yang belum pernah digembalai.” Lalu A’isyah berkata, “Itulah aku.”
Menikahi gadis perawan akan melahirkan cinta yang kuat dan mengukuhkan pertahanan dan kesucian. Namun, dalam kondisi tertentu menikahi janda kadang lebih baik daripada menikahi seorang gadis. Ini terjadi pada kasus seorang sahabat bernama Jabir.
Rasulullah saw. sepulang dari Perang Dzat al-Riqa bertanya Jabir, “Ya Jabir, apakah engkau sudah menikah?” Jabir menjawab, “Sudah, ya Rasulullah.” Beliau bertanya, “Janda atau perawan?” Jabir menjawab, “Janda.” Beliau bersabda, “Kenapa tidak gadis yang engkau dapat saling mesra bersamanya?” Jabir menjawab, “Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah gugur di medan Uhud dan meninggalkan tujuh anak perempuan. Karena itu aku menikahi wanita yang dapat mengurus mereka.” Nabi bersabda, “Engkau benar, insya Allah.”
5. Sehat jasmani dan penyayang
Sahabat Ma’qal bin Yasar berkata, “Seorang lelaki datang menghadap Nabi saw. seraya berkata, “Sesungguhnya aku mendapati seorang wanita yang baik dan cantik, namun ia tidak bisa melahirkan. Apa sebaiknya aku menikahinya?” Beliau menjawab, “Jangan.” Selanjutnya ia pun menghadap Nabi saw. untuk kedua kalinya, dan ternyata Nabi saw. tetap mencegahnya. Kemudian ia pun datang untuk ketiga kalinya, lalu Nabi saw. bersabda, “Nikahilah wanita yang banyak anak, karena sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat lain.” (Abu Dawud dan Nasa’i).
Karena itu, Rasulullah menegaskan, “Nikahilah wanita-wanita yang subur dan penyayang. Karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya kalian dari umat lain.” (Abu Daud dan An-Nasa’i)
6. Berakhlak mulia
Abu Hasan Al-Mawardi dalam Kitab Nasihat Al-Muluk mengutip perkataan Umar bin Khattab tentang memilih istri baik merupakan hak anak atas ayahnya, “Hak seorang anak yang pertama-tama adalah mendapatkan seorang ibu yang sesuai dengan pilihannya, memilih wanita yang akan melahirkannya. Yaitu seorang wanita yang mempunyai kecantikan, mulia, beragama, menjaga kesuciannya, pandai mengatur urusan rumah tangga, berakhlak mulia, mempunyai mentalitas yang baik dan sempurna serta mematuhi suaminya dalam segala keadaan.”
7. Lemah-lembut
Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari A’isyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Wahai A’isyah, bersikap lemah lembutlah, karena sesungguhnya Allah itu jika menghendaki kebaikan kepada sebuah keluarga, maka Allah menunjukkan mereka kepada sifat lembah lembut ini.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Jika Allah menghendaki suatu kebaikan pada sebuah keluarga, maka Allah memasukkan sifat lemah lembut ke dalam diri mereka.”
8. Menyejukkan pandangan
Rasulullah saw. bersabda, “Tidakkah mau aku kabarkan kepada kalian tentang sesuatu yang paling baik dari seorang wanita? (Yaitu) wanita shalihah adalah wanita yang jika dilihat oleh suaminya menyenangkan, jika diperintah ia mentaatinya, dan jika suaminya meninggalkannya ia menjaga diri dan harta suaminya.” (Abu daud dan An-Nasa’i)
“Sesungguhnya sebaik-baik wanitamu adalah yang beranak, besar cintanya, pemegang rahasia, berjiwa tegar terhadap keluarganya, patuh terhadap suaminya, pesolek bagi suaminya, menjaga diri terhadap lelaki lain, taat kepada ucapan dan perintah suaminya dan bila berdua dengan suami dia pasrahkan dirinya kepada kehendak suaminya serta tidak berlaku seolah seperti lelaki terhadap suaminya,” begitu kata Rasulullah saw. lagi.
Maka tak heran jika Asma’ binti Kharijah mewasiatkan beberapa hal kepada putrinya yang hendak menikah. “Engkau akan keluar dari kehidupan yang di dalamnya tidak terdapat keturunan. Engkau akan pergi ke tempat tidur, di mana kami tidak mengenalinya dan teman yang belum tentu menyayangimu. Jadilah kamu seperti bumi bagi suamimu, maka ia laksana langit. Jadilah kamu seperti tanah yang datar baginya, maka ia akan menjadi penyangga bagimu. Jadilah kamu di hadapannya seperti budah perempuan, maka ia akan menjadi seorang hamba bagimu. Janganlah kamu menutupi diri darinya, akibatnya ia bisa melemparmu. Jangan pula kamu menjauhinya yang bisa mengakibatkan ia melupakanmu. Jika ia mendekat kepadamu, maka kamu harus lebih mengakrabinya. Jika ia menjauh, maka hendaklah kamu menjauh darinya. Janganlah kami menilainya kecuali dalam hal-hal yang baik saja. Dan janganlah kamu mendengarkannya kecuali kamu menyimak dengan baik dan jangan kamu melihatnya kecuali dengan pandangan yang menyejukan.”
9. Realistis dalam menuntut hak dan melaksanakan kewajiban
Salah satu sifat terpuji seorang wanita yang patut dicintai seorang lelaki shalih adalah qana’ah. Bukan saja qana’ah atas segala ketentuan yang Allah tetapkan dalam Al-Qur’an, tetapi juga qana’ah dalam menerima pemberian suami. “Sebaik-baik istri adalah apabila diberi, dia bersyukur; dan bila tak diberi, dia bersabar. Engkau senang bisa memandangnya dan dia taat bila engkau menyuruhnya.” Karena itu tak heran jika acapkali melepas suaminya di depan pintu untuk pergi mencari rezeki, mereka berkata, “Jangan engkau mencari nafkah dari barang yang haram, karena kami masih sanggup menahan lapar, tapi kami tidak sanggup menahan panasnya api jahanam.”
Kata Rasulullah, “Istri yang paling berkah adalah yang paling sedikit biayanya.” (Ahmad, Al-Hakim, dan Baihaqi dari A’isyah r.a.)
Tapi, “Para wanita mempunyai hak sebagaimana mereka mempunyai kewajiban menurut kepantasan dan kewajaran,” begitu firman Allah swt. di surah Al-Baqarah ayat 228. Pelayanan yang diberikan seorang istri sebanding dengan jaminan dan nafkah yang diberikan suaminya. Ini perintah Allah kepada para suami, “Berilah tempat tinggal bagi perempuan-perempuan seperti yang kau tempati. Jangan kamu sakiti mereka dengan maksud menekan.” (At-Thalaq: 6)
10. Menolong suami dan mendorong keluarga untuk bertakwa
Istri yang shalihah adalah harta simpanan yang sesungguhnya yang bisa kita jadikan tabungan di dunia dan akhirat. Iman Tirmidzi meriwayatkan bahwa sahabat Tsauban mengatakan, “Ketika turun ayat ‘walladzina yaknizuna… (orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah), kami sedang bersama Rasulullah saw. dalam suatu perjalanan. Lalu, sebagian dari sahabat berkata, “Ayat ini turun mengenai emas dan perak. Andaikan kami tahu ada harta yang lebih baik, tentu akan kami ambil”. Rasulullah saw. kemudian bersabda, “Yang lebih utama lagi adalah lidah yang berdzikir, hati yang bersyukur, dan istri shalihah yang akan membantu seorang mukmin untuk memelihara keimanannya.”
11. Mengerti kelebihan dan kekurangan suaminya
Nailah binti Al-Fafishah Al-Kalbiyah adalah seorang gadis muda yang dinikahkan keluarganya dengan Utsman bin Affan yang berusia sekitar 80 tahun. Ketika itu Utsman bertanya, “Apakah kamu senang dengan ketuaanku ini?” “Saya adalah wanita yang menyukai lelaki dengan ketuaannya,” jawab Nailah. “Tapi ketuaanku ini terlalu renta.” Nailah menjawab, “Engkau telah habiskan masa mudamu bersama Rasulullah saw. dan itu lebih aku sukai dari segala-galanya.”
12. Pandai bersyukur kepada suami
Rasulullah saw. bersabda, “Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada suaminya, sedang ia sangat membutuhkannya.” (An-Nasa’i).
13. Cerdas dan bijak dalam menyampaikan pendapat
Siapa yang tidak suka dengan wanita bijak seperti Ummu Salamah? Setelah Perjanjian Hudhaibiyah ditandatangani, Rasulullah saw. memerintahkan para sahabat untuk bertahallul, menyembelih kambing, dan bercukur, lalu menyiapkan onta untuk kembali pulang ke Madinah. Tetapi, para sabahat tidak merespon perintah itu karena kecewa dengan isi perjanjian yang sepertinya merugikan pihak kaum muslimin.
Rasulullah saw. menemui Ummu Salamah dan berkata, “Orang Islam telah rusak, wahai Ummu Salamah. Aku memerintahkan mereka, tetapi mereka tidak mau mengikuti.”
Dengan kecerdasan dalam menganalisis kejadian, Ummu Salamah mengungkapkan pendapatnya dengan fasih dan bijak, “Ya Rasulullah, di hadapan mereka Rasul merupakan contoh dan teladan yang baik. Keluarlah Rasul, temui mereka, sembelihlah kambing, dan bercukurlah. Aku tidak ragu bahwa mereka akan mengikuti Rasul dan meniru apa yang Rasul kerjakan.”
Subhanallah, Ummu Salamah benar. Rasulullah keluar, bercukur, menyembelih kambing, dan melepas baju ihram. Para sahabat meniru apa yang Rasulullah kerjakan. Inilah berkah dari wanita cerdas lagi bijak dalam menyampaikan pendapat. Wanita seperti inilah yang patut mendapat cinta dari seorang lelaki yang shalih.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS